Sabtu, 02 Agustus 2014

Wanita Penghuni Surga

Sayup-sayup aku pernah mendengar kisah hijrahnya, namun tak pernah kudengar langsung ia menuturkannya kepadaku. Menurut dari cerita yang pernah kudengar, perjalanan ruhiyah begitu luar biasa. Dia lah Seorang akhwat berparas ayu bersuara lembut yang tinggal tepat di depan kamarku.
Kukumpulkan semua barang-barang yang menurutku akan kubutuhkan untuk mengerjakan bab IV ku malam ini. Malam ini aku berniat hijrah ke Aula utama yang tepat berada di bawah kamarku. Beberapa hari ini kulihat seorang akhwat menyendiri di Aula menyelesaikan tugas kantornya. Mengerjakan tugas di kamar, tepatnya di atas tempat tidur tampaknya bukanlah pilihan yang tepat. berkali-kali aku mencoba bertahan, namun aku hanya bertahan paling lama dua jam saja, bab IV ku pun tak kelar-kelar. Maka malam ini Tekadku pun bulat, aku akan mengikuti jejak sang akhwat, hijrah ke aula. Kulihat isi tasku, sumuanya sudah lengkap. Namun,rasanya ada yang kurang. Secangkir kopi panas pun menjadi pilihanku untuk menemani hijrahku malam ini. Sembari memanaskan air, pandanganku tertuju pada seorang akhwat yang sedang duduk di kamar depan kamarku. Kulihat ia duduk menyendiri. Seorang akhwat yang membuatku penasaran dengan kisah hijrahnya menjemput hidayah-Nya. Tak terasa aku telah berada di depan kamarnya.
Percakapan kuawali dengan menebak usianya. Kupikir usianya jauh lebih muda dari usiaku. Ternyata prediksiku salah. Usianya sama dengan usiaku. Obrolan kami berlanjut, dimulai dari bagaimana perjalananku menjemput hidayah hingga akhirnya ia punbercerita tanpa henti langkah demi langkahnya menjemput hidayah. Aku berdecak kagum dalam hatiku berbisik “wanita penghuni surga”.
Dulu, jauh sebelum hidayah menyapanya kehidupan dunia begitu melenakannya. Dia tak mengerti mengapa dia harus solat, maka dengan santainya ia meninggalkan sholat. Tapi suatu ketika, Allah memberikan hidayah kepadanya disetiap sepuluh malam terakhir Ramadhan. Setelah Ramadhan, dia mulai rajin solat. Ramadhan berikutnya, dia putuskan untuk berjilbab dan melepaskan gemerlap dunia. Ramadhan berikutnya, Allah memberikannya karunia berupa rasa ingin dekat dengan Allah. Diapun membaca terjemahan Alquran hingga khatam. Setiap kali membaca dia menangis, dia merasa dirinya terlalu hina. Kajian-kajian pun mulai diikutinya, mulai dari me-like fanspage keagamaan hingga bergabung dalam komunitas-komunitas keislaman. Petualangannya dengan alquran dimulai dengan menghapal surat al-mulk. Tiap kali membaca surat al-mulk dia merasakan ketenangan. Hingga Allah mengantarkannya menjadi santri tahfidz.
Ketika kutanyakan  apakah dia akan pulang lebaran tahun ini? Dia tersenyum, menggelengkan kepalanya sebagai tanda ia memilih untuk tidak pulang. Awalnya aku berfikir masalah dana adalah alasan yang membuatnya mengambil keputusan untuk tidak pulang. Tapi ternyata aku salah. Dia bertekad tidak akan pulang sebelum menyelesaikan hapalannya. Aku jadi semakin penasaran ingin mengetahui cara berfikirnya. Sebuah pertanyaan pun kembali kulayangkan kepadanya. apakah dia tidak berfikir untuk bekerja? Dia kembali tersenyum dan menunjukkan kepasrahannnya kepada Allah. Dengan lembut ia bertutur “belum tau teh..yang saya inginkan sekarang hanyalah menjadi kekasih Allah. Ga ada yang lain, kalaupun nanti saya akan mencari pekerjaan saya ga akan pake ijazah S1 saya karena itu bukan hasil jerih payah saya” aku semakin berdecak kagum. Pertanyaanku pun semakin menjurus, aku sampai pada satu pertanyaan yang sensitif untuk wanita seusianya. “tidakkah kau berfikir untuk menikah?” Berlahan satu persatu kata-kata itu keluar dari mulutku.  Pertanyaanku dijawabnya dengan tenang nan elegan “kalo lihat orang menikah, ada keinginan untuk menikah juga. Tapi itu bukan lagi menjadi tujuan utama saya teh... Sekarang saya hanya ingin jadi kekasih Allah. Itu aja teh.. ga minta yang lain.” Aku kembali tertegun. Kupandangi wajahnya sembari melepas senyum termanisku kepadanya. Dalam hati aku berkata “aku cemburu padamu wahai saudariku, sungguh wanita penghuni surga. Dunia tak mampu lagi merayumu. Hanya Allah yang ada dibenakmu. Semoga Allah selalu menjagamu.” Akupun pamit meninggalkan kamarnya.

Kulirik jam berbentuk hati yang berada di atas lemari pinkku. Sudah saatnya aku beristirahat. Niat hijrahku  malam ini gagal, bab IV ku kembali lepas dari sentuhanku. Namun, Allah mengantarkanku pada seorang calon penghuni surga. Melalui lisannya kudapatkan sebuah pelajaran yang sangat berharga. Tak semua orang mau mengejar hidayah ketika ia mulai merasakan sejuknya angin hidayah. Tak semua orang pula yang mampu menjaga hidayah yang telah diraihnya. Selamat menjemput hidayah... J

1 komentar:

  1. haru......
    nangiss bacanya.... :'(
    padahal lagi dikantor....
    untung diruangan, hanya seorang diri.. :(

    BalasHapus

jangan lupa tinggalkan komentarnya ya...