Jumat, 06 April 2012

Wanita di Tepi Jalan


Tatapan itu masih lekat dalam ingatanku
Sepasang bola mata yang mengiringi ke pergianku
Matanya berkaca-kaca…
Untuk pertama kalinya, ya pertama kalinya
Dan suatu saat nanti,
 akan kah kita kembaki bertemu?
Berbagi kabar gembira kepadamu.
Sobat… izinkan saya berkisah…
Ini bukan pertama kalinya saya berada di sini. Tapi kali ini ada sesuatu yang berbeda. Di tengah kesendirian menanti keberangkatan kembali ke kampung halaman, seorang ibu paru baya menghampiri saya. Awalnya ia sibuk dengan jualannya. Sebuah gerobak dorong yang berisi lontong dan beberapa jenis gorengan setia menemaninya. Kutatap wajah yang kini tepat berada di hadapanku. Seutas senyum kuberikan kepadanya dan ia pun membalas senyumku lalu duduk di sisiku. Tanpa kusadari kata demi kata mengalir dengan tenangnya. Kami seperti dua orang yang telah lama tak bertemu, lalu bercerita dengan penuh kehangatan.
Dari percakapan itu, ada pelajaran berharga yang saya dapatkan. “Hidup adalah perjuangan, jangan pernah menyerah dengan keadaan. Wanita itu kuat”. Selama percakapan dengan beliau sering kali saya berucap “subhanallah”. Inilah sepenggal cerita hidupnya yang membuatku terpesona…
23 tahun yang lalu suami tercinta nya meninggal dunia. Ia memiliki 4 orang anak yang masih kecil-kecil, anak sulungnya baru berusia 9 tahunan sedangkan anak bungsunya belum genap 1 tahun. Tapi ia lantas tak menyerah dengan keadaannya, demi malaikat-malaikat kecilnya ia kembali bangkit. Menata ulang kehidupannya. Bermodalkan sebuah gerobak dorong, ia berjualan. Tak hanya itu, ia pun membuat kue-kue lalu menitipkan ke toko-toko dan juga berjualan di pasar. Anak-anaknya pun tak enggan untuk membantunya. Dengan jerih payah nya, anak-anaknya dapat merasakan belajar sampai perguruan tinggi. Tak hanya perguruan tinggi negeri, tapi juga perguruan tinggi swasta. Sobat bisa bayangkan berapa biaya pendidikan diperguruan tinggi swasta? Jauh lebih tinggi di banding dengan perguruan tinggi negeri.  
Aku pun berguman dalam hati “Seorang wanita dengan semangat dan kerja keras saja mampu menyekolahkan ke 4 orang anaknya mampu sampai bangku perguruan tinggi”. Pandanganku pun melayang pada potret sebuah keluarga yang harusnya dapat melakukan hal yang lebih dari itu, tapi malah berkata kepada anaknya “Nak, cukup sekolah sampai SMA saja, bapak tak mampu menguliahkanmu”. Sungguh menyedihkan :’(
Akhirnya, sebuah pertanyaan ku lontarkan kepada ibu itu “Lantas apa yang ibu rasakan sekarang?”. Dengan mata berkaca-kaca ia pun menjawab “Semua capek dan perjuangan yang ibu rasakan selama ini, tidak lagi terasa ketika melihat anak-anak sudah bekerja”.
Wahai sobatku yang kini telah melangkah meraih cita-cita. Sobatku yang kini tengah duduk di perguruan tinggi, teruslah berjuang. Fokuslah, jangan kau sia-siakan setiap tetes keringat yang mengalir dari ayah dan bunda mu. Mereka rela bekerja banting tulang demi kesuksesanmu. Maka berjanjilah untuk menghapus tetes keringat yang mengalir selama ini dengan kesuksesanmu.

1 komentar:

  1. kunjungan gan .,.
    bagi" motivasi
    Saat kamu menemui batu sandungan janganlah kamu ptus asa,
    karena semua itu pasti akan ada solusinya.,.
    si tunggu kunjungan baliknya gan.,

    BalasHapus

jangan lupa tinggalkan komentarnya ya...